Sultan Harus Tengahi Konflik Pakualaman

Sultan Harus Tengahi Konflik Pakualaman

JOGJA– Keeenganan  Sultan  Hamengku Buwono X  campur tangan terhadap perpecahan di Kadipaten Pakualaman dinilai bukan langkah  tepat. Bahkan sikap HB X tersebut disesalkan mantan Wakil Wali Kota Jogja Syukri Fadholi.Syukri melihat perpecahan di Kadipaten Pakualaman dengan munculnya Paku Alam kembar antara Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Anglingkusumo dan KPH Ambarkusumo harus segera ditengahi. Harus ada islah diantara keduanya tersebut. 
”Sosok yang pantas untuk melakukan  itu adalah Sultan. Beliau sebagai panutan masyarakat memiliki kewajiban moral untuk mendamaikan keduanya,” kata Syukri saat menerima safari silaturahmi dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam IX Anglingkusumo di kediamannya, kemarin (9/5). Ketua Dewan Masjid Indonesia DIJ tersebut berharap, Sultan sebagai Sayiddin Panatagama  atau pemimpin umat penata agama,  bisa menjadi penengah diantara Paku Alam IX  Anglingkusumop dan Paku Alam IX Ambarkusumo.  ”Saya yakin manakala semua pihak memiliki nawaitu yang bagus, akan ada penyelesaian diantara konflik tersebut,” tandasnya. Posisi  HB X sebagai gubernur DIJ,  lanjut Syukri, juga  memiliki tanggung jawab  menjaga keutuhan masyarakatnya. Termasuk dengan perpecahan di  Kadipaten Pakualaman. ”Sebagai pemerintah selain melayani masyarakat, juga memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakatnya,” terangSyukri.
Selain itu, Kadipaten Pakualaman yang menjadi bagian dari Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat yang Islami, islah diantara Anglingkusumo dan Ambarkusumo adalah wajib. Sesuai dengan syariat agama untuk saling menjaga ukhuwah diantara umatnya. ”Kulo nderek dongo (saya mendoakan), perpecahan yang terjadi di Pakualaman bisa segera selesai. Juga berharap sekali Sultan bersedia menjadi penengah,” katanya. Terhadap kunjungan Anglingkusumo ke kediamannya, Syukri mengaku dirinya memang memiliki kedekatann dengan Pura Pakualaman.  Bukan hanya dengan PA IX Anglingkusumo saja. Dengan PA IX Ambarkusumo, dirinya secara pribadi dan hati juga cukup dekat. ”Saya sering diminta mengisi pengajian di Pakualaman. Jadi, hubungan saya dengan keduanya sudah sangat dekat,” sambung pria yang tercatat merupakan wakil wali kota pertama Jogja ini.
Dikatakan,  jika memang diminta ikut  menengahi perpecahan  di Pakualaman, Syukri mengaku siap melakukannya. Sebab, hal tersebut adalah kewajiban seluruh muslim jika melihat adanya pertengkaran untuk mendamaikan.  ”Kalau memang diminta kedua belah pihak, saya siap,” tambahnya.
Atas permintaan islah tersebut,  PA IX Anglingkusumo memastikan, dirinya bersedia untuk melakukannya. Hanya, syaratnya  hal tersebut harus muncul dari kakaknya,  PA IX Ambarkusumo sebagai pihak  yang lebih tua.  ”Kalau itu memang datang dari kakak saya Ambarkusumo, saya dengan senang hati menerimanya,” tandasnya. Ia  menolak jika dirinya disebut tak ilegal sebagai Paku Alam IX  karena pengukuhannya  keluar paugeran (aturan internal) Pura Pakualaman.  ”Paugeran itu yang seperti apa. Tunjukkan dong, bukannya kakak saya yang satu itu lebih keluar dari paugeran  jumenengan,” sindirnya. Dirinya melihat, penobatan KPH  Ambarkusumo sebagai PA IX tak dilakukan dengan musyawarah keluarga. Menurut dia,  sejak 18 April 1999 dalam rapat keluarga tersebut, kubu kakaknya telah menutup  pintu kompromi. Akibatnya, sejak itu hingga sekarang, tak ada lagi rapat keluarga ahli waris PA VIII. Ia juga membeberkan KPH Ambarkusumo saat akan dinobatkan tidak pernah mengantongi mandat dari semua ahli waris,  khususnya dari anak laki-laki Paku Alam VIII yang berjumlah sembilan orang.  Dari sembilan  anak-anak laki-laki yang berhak atas hak waris takhta, lima orang menyatakan tidak menyetujui penobatan PA IX Ambarkusumo.
Mereka adalah KPH Probokusumo, KPH Anglingkusumo, KPH Songkokusumo, KPH Dhoyokusumo, dan KPH Widjojokusumo. Penolakan itu disampaikan melalui surat tertanggal 14 Mei 1999.   ”Kakak saya tidak ada mandat, tidak ada notaris, dan legitimasinya juga diragukan,” lanjutnya. Saat safari ke kediaman Syukri tersebut, Angling memberikan buku karangannya berjudul ” Janji  yang Belum Terlaksana dari Dinasti yang Terkoyak”.  Kedatangan PA IX Anglingkusumo didampingi  isterinya , putrid bungsunya BRAy Retno Puspito Mandarwati Kusuma Wardhani, menantu,  dan beberapa kerabatnya. http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/24911-sultan-harus-tengahi-konflik-pakualaman.html