Monthly Archives: September 2014

Materi Yang di atur dalam Undang-Undang Keperawatan

Liputan6.com, Jakarta Ketidakjelasan pembahasan RUU Keperawatan yang selama ini menggantungi para perawat akhirnya berbuah manis. RUU Keperawatan secara resmi disahkan DPR pada Kamis 25 September 2014. Dengan begitu, maka ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh seorang suster atau perawat. Sebelumnya, data dari Kementerian Kesehatan hingga tahun 2014 mencatat, ada sekitar satu juta perawat di seluruh Indonesia, angka tersebut adalah angka terbesar dari seluruh jenis tenaga kesehatan yang ada. Jumlahnya yang besar ini ternyata tidak dibarengi adanya peraturan yang jelas dalam melindungi hak dan kewajiban perawat. Sebelum ada RUU Keperawatan, tidak ada yang mengatur masalah Keperawatan secara komprehensif yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum baik bagi perawat maupun bagi pasien.


Untuk membahas lebih lanjut, Liputan6.com mencoba menelaah keuntungan para perawat dari isi RUU Keperawatan sebagai berikut seperti ditulis Jumat (26/9/2014):

1. Latar belakang perawat jadi lebih jelas dan terstruktur

Dalam RUU Keperawatan diatur mengenai pendidikan perawat, semisal perawat terdiri dari perawat vokasional dan perawat profesional.
Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang terakreditasi dan diakui oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan Perawat profesional adalah seseorang yang lulus dari pendidikan tinggi keperawatan dan terakreditasi, terdiri dari ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan.

2. Kepastian dan perlindungan hukum untuk perawat

Pada pasal 3 disebutkan, RUU Keperawatan bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan. Termasuk dalam memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan.
3. Pembentukan Konsil Keperawatan
Seperti dokter yang memiliki Konsil Kedokteran, dengan adanya RUU Keperawatan ini, perawat memiliki Badan pengatur dan pengawas dalam menjalankan tugas keperawatannya.
Seperti dijelaskan dalam pasal 9, tugas Konsil Keperawatan termasuk menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat, mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi profesi
keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan, menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat, menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan perawat dan menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan. Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia juga harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP)
4. Kejelasan Praktik
Dalam RUU Keperawatan, setiap perawat juga diijinkan melakukan praktik keperawatan mandiri di Indonesia dengan syarat yang ditentukan oleh Konsil Keperawatan.
5. Kejelasan hukum bagi suster asing
Tak hanya mengatur perawat dalam negeri, RUU Keperawatan ini juga mengatur perawat asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan.
6. Kejelasan layanan pada pasien
Tak hanya memberikan kejelasan hukum, para perawat Indonesia juga dengan jelas memiliki hak dan kewajiban layanan terhadap pasien seperti tertulis dalam pasal 43 dan 44.

Penguji Aturan Keabsahan Perkawinan di MK

mkPengujian Undang-Undang Perkawinan telah berlanjut pada tahap sidang perbaikan. Di hadapan Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Damian Agata Yuvens menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya mengenai pengujian Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan (UU 1/1974). Dalam sidang yang dilaksanakan pada Rabu (9/17) di Ruang Sidang Pleno MK ini, Damian menyatakan bahwa pihaknya tidak lagi menghendaki penghapusan Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan seperti yang disampaikan pada sidang pemeriksaan tahap awal.

“Kami tidak lagi menghendaki menghapuskan Pasal 2, namun menghendaki pemaknaan baru. Bunyi frasa yang kami kehendaki adalah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama, sepanjang aturan sah tersebut diserahkan pada penilaian masing-masing mempelai,” tandas Yuven.

Bagi para pemohon, masing-masing orang memiliki intepretasi berbeda-berbeda terhadap bagaimana aturan agama mereka seharusnya dijalankan, meskipun kesemuanya bersumber pada sumber yang sama. Tidak semua orang memiliki perspektif yang sama terhadap suatu  hal yang diatur dalam agama, terutama karena aturan agama terkadang memang harus diartikan secara kontekstual dan substantif.

Dalam hal perkawinan antar agama, ada beberapa pendapat yang bersebrangan satu sama lain dan semuanya berangkat dari sumber-sumber tertulis dari agama-agama yang diakui di Indonesia. Menurut para Pemohon, hak dalam perkawinan adalah hak esensial dan interpretasi personal terhadap suatu aturan agama juga adalah suatu keniscayaan, oleh karena itu, hak perkawinan beda agama juga harus diserahkan pada masing-masing mempelai.

Perdebatan mengenai hal tersebut menguat beberapa waktu belakangan, walau titik temu akan hal tersebut sepertinya masih jauh panggang dari api. Pembicaraan antar kelompok agama pada beberapa waktu lalu tidak juga memberi jawaban jelas atas isu ini.

Permohonan Uji Formil

Damian yang pada kesempatan itu hadir sendiri juga menyatakan bahwa para Pemohon juga meminta uji formil disamping uji materil. Atas permohonan uji formil tersebut, Hakim Konstitusi mengingatkan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan. “Uji formil sudah tidak bisa, sudah lewat masa tenggangnya. Uji formil hanya bisa dilakukan dalam kurun waktu 45 hari setelah aturan tersebut diberlakukan,” tukas Wahiduddin menanggapi permohonan uji formil Pemohon (Winandriyo Kun/mh)

Kegiatan PKBH FH UAD

DSC_0156

Kunjungan Mr. Jan Bless di PKBH FH UAD

DSC_0311

Photo Bersama Kegiatan Seminar Penyelesaian Sengketa Internasional oleh Mr. Jan Bless Senior Netherlands Expert

DSC_0192

Kunjungan PKBH ke PN Yogyakarta bersama Mr. Jan Bless

DSC_0091

Penyambutan Mr. Jan Bless oleh Rektor, Dekan dan Direktur PKBH FH UAD

Perbedaan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi

Perbedaan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi

Orang sering mencampuradukkan antara gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum. Adakalanya, orang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Namun dari dalil-dalil yang dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi. Ini akan menjadi celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam tangkisannya.

Membedakan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi sebenarnya gampang-gampang susah. Sepintas, kita bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi.

Sementara perbedaannya, seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian yang telah disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian sebelumnya.

Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan.

Beberapa sarjana hukum bahkan berani menyamakan perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi dengan batasan-batasan tertentu. Asser Ruten, sarjana hukum Belanda, berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang hakiki antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Menurutnya, wanprestasi bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain, melainkan juga merupakan gangguan terhadap hak kebendaan.

Senada dengan Rutten, Yahya Harahap berpandapat bahwa dengan tindakan debitur dalam melaksanakan kewajibannya yang tidak tepat waktu atau tak layak, jelas itu merupakan pelanggaran hak kreditur. Setiap pelanggaran hak orang lain berarti merupakan perbuatan melawan hukum. Dikatakan pula, wanprestasi adalah species, sedangkan genusnya adalah perbuatan melawan hukum.

Selain itu, bisa saja perbuatan seseorang dikatakan wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum. Misalnya A yang sedang mengontrak rumah B, tidak membayar uang sewa yang telah disepakati. Selain belum membayar uang sewa, ternyata A juga merusak pintu rumah B

Namun apabila kita cermati lagi, ada suatu perbedaan hakiki antara sifat perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Bahkan, Pitlo menegaskan bahwa baik dilihat dari sejarahnya maupun dari sistematik undang-undang, wanprestasi tidak dapat digolongkan pada pengertian perbuatan melawan hukum.

M.A. Moegni Djojodirdjo dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum”, berpendapat bahwa amat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum.

Menurut Moegni, akan ada perbedaan dalam pembebanan pembuktian, perhitungan kerugian, dan bentuk ganti ruginya antara tuntutan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

Dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur. Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.

Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum). Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang diajukan dasarnya adalah wanprestasi.

Ditinjau dari
Wanprestasi
PMH
Sumber hukum

Wanprestasi menurut Pasal 1243 KUHPer timbul dari persetujuan (agreement)

PMH menurut Pasal 1365 KUHPer timbul akibat perbuatan orang

Timbulnya hak menuntut

Hak menuntut ganti rugi dalam wanprestasi timbul dari Pasal 1243 KUHPer, yang pada prinsipnya membutuhkan pernyataan lalai (somasi)

Hak menuntut ganti rugi karena PMH tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang dirugikan langsung mendapat hak untuk menuntut ganti rugi

Tuntutan ganti rugi

KUHPer telah mengatur tentang jangka waktu perhitungan ganti rugi yang dapat dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut dalam wanprestasi

KUHPer tidak mengatur bagaimana bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan demikian, bisa dgugat ganti rugi nyata dan kerugian immateriil

Persidangan Kasus Asusila di JIS

265840_sidang-perdana-kasus-kekerasan-seksual-jis-digelar_663_382VIVAnews – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kembali menggelar sidang terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan lima terdakwa yang juga petugas kebersihan Jakarta International School, Rabu 3 September 2014. Sidang ketiga ini, mengagendakan pembacaan eksepsi, atau nota keberatan atas dakwaan.

“Hari ini, kami akan menyampaikan beberapa hal, salah satunya terkait hasil visum para klien kami yang menunjukkan bahwa mereka normal, tidak memiliki riwayat penyakit herpes seperti yang dibacakan saat dakwaan,” ujar Saut Irianto Rajagukguk, kuasa hukum terdakwa Agun dan Virgiawan saat dihubungi VIVAnews.

Saut mengatakan, dia memiliki data pembanding yang menunjukkan para terdakwa tidak memiliki penyakit kelamin, atau herpes. Hasil pemeriksaan yang negatif itu tidak dimasukan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

“Hasil pemeriksaan itu dari Bio Medika, dan tidak dilampirkan dalam BAP, serta keterangan dokter yang memeriksa sebagai ahli juga tidak dilampirkan,” katanya.

Dalam sidang nanti, para kuasa hukum terdakwa juga akan membuat pembelaan terkait kekerasan seksual, atau sodomi yang diduga dilakukan berulang, hingga 13 kali. Menurut Saut, hal itu tidaklah benar.

Sidang yang dilangsungkan secara tertutup ini, akan dipimpin oleh Majelis Hakim yang berbeda. Pembacaan eksepsi oleh kuasa hukum para terdakwa, akan dibacakan berdasarkan berkas perkara yang terpisah.

Berikut Majelis Hakim yang akan memimpin sidang hari ini:

1. Perkara Nomor 840/Pid Sus/PN Jak Sel atas nama terdakwa Afrischa alias Icha, dengan Mjelis Hakim:
– Achmad Yunus
– Nelson Sianturi
– Handrik Anik

2. Perkara Nomor 841/Pid Sus/PN Jak Sel atas nama terdakwa Zainal Abidin, dengan Majelis Hakim:
– Usman
– Handrik Anik
– Yanto

3. Perkara Nomor 842/Pid Sus/PN Jak Sel atas nama terdakwa Virgiawan, dengan Majelis Hakim:
– Nelson Sianturi
– Achmad Yunus
– Handri Anik

4. Perkara Nomor 843/Pid Sus/PN Jak Sel atas nama terdakwa Syahrial, dengan Majelis Hakim:
– Yanto
– Usman
– Handri Anik

5. Perkara Nomor 844/Pid Sus/PN Jak Sel atas nama terdakwa Agun Iskandar, dengan Majelis Hakim:
– Handrik Anik
– Usma
– Yanto. (asp)