Penegakan Hukum Lemah Penyelundupan Narkotika Masih Terus Dicoba

 Penegakan Hukum Lemah Penyelundupan Narkotika Masih Terus Dicoba

KOMPAS

Petugas Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya menunjukkan tersangka serta barang bukti 350.000 pil ekstasi dan 200 gram sabu saat merilis hasil pengungkapan sindikat narkoba internasional di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3).

Jakarta, Kompas – Hukuman pidana yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang dinilai tidak memberikan efek jera. Eksekusi pidana mati tak diterapkan. Sanksi pidana yang dijatuhkan pun cenderung lebih ringan.

Hukuman yang ringan membuat pelaku peredaran gelap narkotika secara internasional beranggapan penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Indonesia tetap menjadi pasar jaringan narkotika internasional.

Demikian diutarakan Direktur Penindakan dan Pengejaran Badan Narkotika Nasional (BNN) Benny Mamoto dan Wakil Direktur Direktorat Narkotika Polri Komisaris Besar Anjan Pramuka di Jakarta, Selasa (13/3). ”Indonesia menjadi pasar yang bagus karena harga bagus, pemakai besar, dan penegakan hukum masih bisa diatasi. Itu penjelasan Abbas, tersangka dari jaringan Iran yang saya interogasi di Thailand,” kata Benny Mamoto.

Benny menilai, hukuman kepada pelaku kejahatan narkotika masih lemah. ”Sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tidak ada vonis mati,” ujarnya.

Dari sebagian besar kasus, menurut Benny, putusan di pengadilan lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebagai contoh, ada warga negara Malaysia yang masuk membawa 44 kilogram sabu ke Indonesia dituntut mati. Namun, putusan yang dijatuhkan hukuman seumur hidup. Selain itu, terdakwa Hartoni juga dituntut hukuman mati, tetapi majelis hakim menghukum selama 20 tahun.

Dengan hukuman yang ringan, pelaku tidak jera. Bahkan, pelaku atau terpidana masih dapat mengendalikan transaksi narkotika melalui jaringan dari dalam penjara. Pegawai lembaga pemasyarakatan (LP) pun terlibat.

BNN menangkap Kepala LP Narkotika Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Marwan Adli dan dua petugas LP. Mereka diduga terlibat dalam perdagangan narkotika di LP. ”Marwan divonis 13 tahun,” ungkap Benny.

Saat ini, menurut dia, ada 58 terpidana yang divonis mati dengan mengacu UU lama, yaitu UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Eksekusi terhadap terpidana mati seharusnya cepat dilakukan sehingga pelaku jaringan narkotika internasional tahu penerapan hukum terhadap kejahatan narkotika di Indonesia sangat keras.

Anjan menambahkan, pemberantasan narkotika tak cukup dilakukan dengan penindakan atau penegakan hukum. Berbagai upaya harus terus dilakukan melalui pemberdayaan dan peran masyarakat. ”Pemberantasan narkotika harus dimulai dari lingkungan terkecil, seperti keluarga dan lingkungan,” katanya.

Indonesia menjadi incaran jaringan narkotika internasional karena perbedaan harga di negara produsen dengan Indonesia yang tinggi. Sebagai gambaran, ungkap Anjan, harga 1 kilogram sabu di Iran sekitar Rp 100 juta. Di Indonesia, harganya bisa mencapai Rp 1,5 miliar. Bisnis narkotika di Indonesia sangat menjanjikan.

Pencegahan dini, menurut Benny, amat penting agar pangsa pasar narkotika di Indonesia dapat ditekan. Saat ini diperkirakan 3,8 juta warga Indonesia terpengaruh narkotika. Jumlah ini adalah sekitar 2,2 persen dari seluruh penduduk Indonesia.

Terus menyelundupkan

Tim terpadu Kementerian Keuangan, BNN, TNI, dan Polri, Selasa lalu, menggagalkan penyelundupan 704,2 gram sabu dari Thailand ke Denpasar, Bali, melalui Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta. Keberhasilan ini sekaligus menunjukkan, jaringan narkotika internasional terus coba menyelundupkan narkotika ke Indonesia. Pelbagai cara ditempuh untuk memasukkan barang haram itu.

Menurut Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jakarta Joko Sutoyo Riyadi, penyelundupan itu terungkap dari kecurigaan petugas terhadap paket berisi mesin pemijat elektris dari Thailand ke Denpasar melalui jasa titipan United Parcel Service (UPS). Paket itu tiba di Bandara Halim Perdanakusuma. Paket itu diteliti berdasarkan analisis telik sandi (intelijen), manajemen risiko, serta sistem pemeriksaan dan pengawasan.

Paket itu dibongkar. Benda lain berupa bungkusan aluminium foil pun ditemukan. Di dalamnya ada plastik berisi serbuk kristal putih. Serbuk itu diuji di laboratorium dan dipastikan sebagai narkotika jenis methamphetamine atau sabu seberat 704,2 gram senilai Rp 1,4 miliar.

Dari temuan itu, menurut Sumirat Dwiyanto dari Bagian Humas BNN, tim menelusuri dan mendatangi alamat tujuan paket di Denpasar. Tim menangkap penerima paket, MA (24) dan MHS (29), dari Banyuwangi, Jawa Timur.

Dari kasus itu, kata Sumirat, bandara dicoba sebagai jalur penyelundupan narkotika. Dua bulan ini petugas Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, berkali-kali menggagalkan penyelundupan narkotika. ”Caranya juga berbeda-beda,” katanya.

Kepala Subdirektorat Narkotika Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Tony Saputra menambahkan, tersangka pemilik dan pengguna sabu 0,8 gram, Ajun Komisaris Heru Budhi Sutrisno, diancam hukuman lima tahun penjara. Namun, untuk Inspektur Satu Rita, Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Imam Sugianto berharap hanya dijatuhi sanksi pelanggaran disiplin. Sebab, tak ada barang bukti kecuali hasil uji urine.

Heru, Kepala Polsek Cibarusah, Bekasi, ditangkap Jumat lalu di rumah dinasnya bersama barang bukti sabu. Saat telepon seluler tersangka diperiksa, nama Rita, perwira unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Selatan, muncul berulang kali. Rita juga diamankan.

Tekad nasional

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan, pemerintah tak mungkin memberantas peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang sendirian. Harus ada satu tekad bersama secara nasional untuk mengakhiri maraknya peredaran narkoba di Indonesia.

”Perlu ada satu tekad nasional. Jika bicara narkoba, saya batasi dulu di sektor saya sendiri,” ujarnya. (bil/win/fer)

Kompas.Com