Penguji Aturan Keabsahan Perkawinan di MK

mkPengujian Undang-Undang Perkawinan telah berlanjut pada tahap sidang perbaikan. Di hadapan Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Damian Agata Yuvens menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya mengenai pengujian Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan (UU 1/1974). Dalam sidang yang dilaksanakan pada Rabu (9/17) di Ruang Sidang Pleno MK ini, Damian menyatakan bahwa pihaknya tidak lagi menghendaki penghapusan Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan seperti yang disampaikan pada sidang pemeriksaan tahap awal.

“Kami tidak lagi menghendaki menghapuskan Pasal 2, namun menghendaki pemaknaan baru. Bunyi frasa yang kami kehendaki adalah perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama, sepanjang aturan sah tersebut diserahkan pada penilaian masing-masing mempelai,” tandas Yuven.

Bagi para pemohon, masing-masing orang memiliki intepretasi berbeda-berbeda terhadap bagaimana aturan agama mereka seharusnya dijalankan, meskipun kesemuanya bersumber pada sumber yang sama. Tidak semua orang memiliki perspektif yang sama terhadap suatu  hal yang diatur dalam agama, terutama karena aturan agama terkadang memang harus diartikan secara kontekstual dan substantif.

Dalam hal perkawinan antar agama, ada beberapa pendapat yang bersebrangan satu sama lain dan semuanya berangkat dari sumber-sumber tertulis dari agama-agama yang diakui di Indonesia. Menurut para Pemohon, hak dalam perkawinan adalah hak esensial dan interpretasi personal terhadap suatu aturan agama juga adalah suatu keniscayaan, oleh karena itu, hak perkawinan beda agama juga harus diserahkan pada masing-masing mempelai.

Perdebatan mengenai hal tersebut menguat beberapa waktu belakangan, walau titik temu akan hal tersebut sepertinya masih jauh panggang dari api. Pembicaraan antar kelompok agama pada beberapa waktu lalu tidak juga memberi jawaban jelas atas isu ini.

Permohonan Uji Formil

Damian yang pada kesempatan itu hadir sendiri juga menyatakan bahwa para Pemohon juga meminta uji formil disamping uji materil. Atas permohonan uji formil tersebut, Hakim Konstitusi mengingatkan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan. “Uji formil sudah tidak bisa, sudah lewat masa tenggangnya. Uji formil hanya bisa dilakukan dalam kurun waktu 45 hari setelah aturan tersebut diberlakukan,” tukas Wahiduddin menanggapi permohonan uji formil Pemohon (Winandriyo Kun/mh)